Seperti biasa, lari dari kenyataan, sembunyi dibalik
kepalsuan, menderita dalam rasa sakit, berkembang bersama kebencian, melupakan
rasa dan makna dari cinta, dingin, keras, diam, penuh namun hampa. Hidup gue
gajauh dari itu.
Gue pikir gue bakal jadi kristal es; dingin, keras, indah,
walau jarang tersentuh namun bisa digunakan sebagai perhiasan; tapi gue
ternyata salah. Gue lebih mirip bumi, orang berada padanya cuman karena ada
maunya, bahkan ada yang sengaja menghancurkannya demi kesenengannya sendiri, berpikir
untuk meninggalkan bumi dan mencari planet yang layak huni, yang peduli pada
bumi hanya secerca manusia yang tak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang
merusaknya, mengeksploitasinya, memperdayainya.
Manusia-manusia yang membentuk kehidupan gue selama ini,
semua manusia yang gue kenal terutama orang tua, tidak dapat benar-benar gue percayai.
Terbukti dari bagaimana orang melihat gue, dan gue yang merefleksikan mereka
dalam pandangan mereka. Rasanya mempercayai orang yang gak gue kenal lebih
mudah dari pada mencurigai orang yang gak gue kenal, tapi lebih mudah untuk
mencurigai orang yang gue kenal daripada mempercayai mereka.
Entah kenapa semenjak gue kehabisan air mata, gue gabisa
lagi memaafkan. Yang bisa gue lakukan cuman memendamnya menjadi kebencian. Gue
pernah denger bahwa manusia bertumbuh bersama dengan rasa sakit, tapi gue baru
tau apa itu rasa sakit setelah gue gabisa lagi menangis.
Cinta dan benci katanya dua sisi koin yang saling
memunggungi, koin yang sama hanya saja menghadap kearah yang berbeda, tapi gue
cuman mengenal kebencian, bahkan kebencian itu telah menjadi bahan bakar dari
keinginan gue, rasa ambisi gue. Sedangkan cinta? Yang ada dipikiran gue cuman
beberapa teman dan idol gue semata.
Kenapa idol? Karena gue hobi ngidol. Ya rasa cinta yang amat
sangat kepada idol gue, JKT48, membuat gue masih tetap hidup sampai sekarang
ini. Mereka memberikan gue cinta, motivasi, dan yang terpenting semangat hidup.
Setidaknya gue bisa lepas dari deskripsi kehidupan gue yang di paragraf 1 untuk
sementara ketika gue ngeliat mereka. Bahkan dalam kondisi gue yang gimanapun
ancurnya, stressnya, dengan melihat foto Melody-pun sudah bisa membuat gue
tersenyum.
Teman itu............ yang pasti rata-rata temen gue
kampret, itupun yang bener-bener gue anggap temen Cuma sedikit, sampai-sampai
gue berpikir bahwa yang gue anggep temen juga nganggep gue gitu. Sayangnya,
seperti yang gue ceritakan diatas, gue seperti bumi. Bajingan-bajingan biadab
yang gak pantas untuk gue sebut kampret memperdaya gue. Hina! Tidak, bahkan
lebih dari hina. Obito bilang “mereka yang meninggalkan teman itu lebih dari
sampah” maka gue pun berani bilang bahwa meraka yang memperdaya teman bahkan
menginjak kepala temanya demi menuju atas lebih hina daripada sampah
Gue berani bilang bahwa gue adalah pendengar yang baik. Gue
gak terlalu hobi cerita, walaupun gw lagi banyak ide ataupun lagi ada yang mau
gue sampaikan, terbukti sampe saat ini proyek novel gue gak keurus dan gue
cuman berani ngetik atau nulis daripada cerita secara lisan keseorang teman
tentang hal yang seorang gideon rasakan atau pikirkan. Gue sejujurnya gasuka
dengan keadaan ini, makanya gue masuk kelas bahasa, maksud gue untuk
memperbaiki cara komunikasi gue, eh..... bukannya jadi pinter ngomong gue malah
makin takut salah ngomong. Kalo ngetik atau nulis kan enak tuh bisa di coret,
tipe-ex, hapus, pencet tombol “Backspace”.
Sebetulnya gue mau cerita tentang sakit hati yang gue
alamin, tapi rasanya semakin gue ceritain semakin geram rasanya, gak di ceritain
rasanya gue mau mengumpat kata-kata kasar yang membuat gue makin naik darah.
Jadi gue bingung sendiri, sedih rasanya beginini, untungnya aer mata gue udah
habis jauh sebelum halini terjadi, jauh sebelum kebrengsekan gue terungkap
malah. Yang pasti gue tau gimana rasanya ditusuk dari belakang, gak cuman
ditusuk malahan digorok, dibacok pula, dan pelakunya adalah orang yang dulu gue
anggap temen(sumpah nulis ini rasanya gue mau nonjok layar monitor tapi gue
lebih sayang sama laptop gue). But he is not friend of my, gue gapunya temen
yang kek begitu.
Sebelumnya temen gue(bener bener temen gue, temen yang
kampret), pernah cerita kalo dia merasa bahwa dia di tikam dari belakang sama sohibnya(bukan
gue, bukan temen gue, intinya gue bneran gak kenal sama sohibnya). Dia cerita
segala macem tentang sohibnya yang didepan dia baek, temenannya dari sd,
biasanya be-2an mulu, saling nginep dirumah ke-2nya, tau segala macem tentang
dia, eh taunya sohibnya ini khianat. Yang segala dia di jelek jelekin
diblakangnyalah(bagian ini gue tau), cowonya(si temen gue ini cewe) mau
ditikungnyalah, macem-macemlah. Gue sendiri bingung knapa dia cerita gitu sama
gue yang notabene gak kenal sama sohibnya dan kita temenan juga baru kenal pas
sma. Disitu gue berpikir kalo dia orangnya gampang percaya sama orang, jadi gue
suruh dia untuk lebih hati-hati, jangan mudah percaya orang. Tapi saat ini gue
sadar, gue yang sebetulnya perlu omongan itu, harusnya gue gak cuman ngomong ke
temen gue ini tapi juga ngomong ke cermin biar cermin itu ngomong ke gue
seperti itu.
Lalu gue pun murung, gue merenung, awan pun mendung.
Sekarang posisi gue seperti temen gue ini, bisa bisanya kesalahan orang yang
gue nasehatin malahan gue rasain. Bodohnya gue gak bisa ngambil kesimpulan dari
kebodohan orang yang seharusnya bisa gue jadikan pelajaran agar gue terhindar
dari hal seperti itu.
Ada 1 pertanyaan yang tersisa di kepala gue, bukan kenapa
gue begitu bodoh, kenapa orang kayak begitu gak mati aja? Mahluk semodel itu
tuh nyumpekin bumi gak ada gunanya. Bayangkan sebuah kalo ada sebuah desa yang
damai, di desa itu ada pemimpin yang baik hati, pemimpin yang baik hati punya
temen “mahluk semodel itu” tapi si pemimpin gatau kenyataannya. Si “mahluk
semodel itu” mau mimpin desa itu juga, dipitnahnya si pemimpin desa dan
penduduk percaya sehingga pemimpin desa jadi di adili dan di hukum, saking malu
dan sakit hatinya si pemimpin desa ini sakit dan mati. Anak pemimpin desa gak
terima dengan perbuatan si “mahluk semodel itu”, di kudeta lah si “mahluk semodel itu” yang
notabene sudah menjadi pemimpin desa oleh anak pemimpin desa sebelumnya. Hal
semodel ini bisa menimbulkan perang.
Jadi untuk semua “mahluk semodel itu” di seluruh muka bumi.
Terutama untuk anda bajingan yang ternyata ngebacok gue dari belakang. Gue mau mengucapkan
ini
“Yang lebih dari sampah adalah yang ninggalin temennya demi misi, kata obito uchiha. Yang lebih dari sampah itu lebih baik dari kalian yang ngebacok temen sendiri dari belakang, HINA. Jadi mending lu mati aja.” Oh iya gue lupa gue pernah bilang “mati aja lu” pada anda, tapi kali ini serius, mahluk semodel itu lebih baik mati.
“Yang lebih dari sampah adalah yang ninggalin temennya demi misi, kata obito uchiha. Yang lebih dari sampah itu lebih baik dari kalian yang ngebacok temen sendiri dari belakang, HINA. Jadi mending lu mati aja.” Oh iya gue lupa gue pernah bilang “mati aja lu” pada anda, tapi kali ini serius, mahluk semodel itu lebih baik mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar